Powered By Blogger

Jumat, 19 Agustus 2011

Catatan untuk Attaqwa Tercinta

Attaqwa dilipat Hegemoni Keluarga (Catatan Kecemasan Hati)(Muammar Khadafi)Saya lahir dan tumbuh di lingkungan dan atmosfer pendidikan. Hampir sebagaian umur saya saya habiskan dalam lingkungan Attaqwa. Di mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Pondok pesantren Attaqwa hingga saya memutuskan untuk pindah pada tingkat aliah. Separuh pendidikan saya bisa saya katakan saya habiskan di Attaqwa yg saya cintai ini. Namun belakangan ini hati saya tertarik dan ingin membuat catatan kritis terhadap Yayasan Attaqwa, ini adalah bentuk kasih sayang saya pada institu pendidikan yg begitu saya cintai.Dahuku ketika saya mengenyam pendidikan di Attaqwa, sekolah itulah membangun karakter (carracter building) hingga saya berpengetahuan seperti sekarang. Institusi pendidikan yg begitu concern dalam mengayomi umatnya khususnya masyarakat Ujungharapan Bekasi. Kegelisahan saya anti klimaks hingga melahirkan tulisan ini. Institusi yg super megah dan besar bernama Attaqwa harusnya lebih besar dan megah seperti sekarang bila dikelola dengan baik dan profesional. Kita ambil contoh saja, dalam negara kita, kita mengenal rotasi dan reposisi jabatan agar tidak terjadi kejenuhan jabatan, tapi kita lihat kenyataan pada institu pendidikan Attaqwa tidak melakukannya, kita dapat melihat tentang jabatan yg di isi hampir seumur hidup, dalam hal ini kepala sekolah. Mungkin sudah menginjak 20 tahunan ia menjabat kepala sekolah tanpa melihat prestasi dan pencapaian target sebagai kepala sekolah. Jabatan itu pun dapat kita lihat langgeng dari kadar kedekatan kita pada keluarga petinggi Yayasan tidak sedikit jabatan jabatan (dalam hal ini kepala sekolah) di reposisi dan dirotasi akibat ada gesekan dengan keluarga yayasan. Penggantinya sudah barang tentu kita bisa tebak, pihak kraton Attaqwa, anak, cucu, menantu, ipar, kerabat keluarga dekat maupun jauh. Pendistribusian jabatan jauh dari kapasitas profesional, mereka asal rekrut tanpa melihat kasitas dan kapabilitas asalkan dekat dengan keluarga pasti akan "diusahakan". Kenyataan ini begitu ironis dan menyayat hati, banyak orang yg memiliki kemampuan tingga menjadi daftar tunggu bagi para pejabat seumur hidup. Entah ini tradisi atau apapun namanya, tidak sedikit pejabat yg diganti setelah ia menutup usianya alias mati, kalaupun diganti pasti ada kepentingan "keluarga besar." Tidak sedikit pejabat yayasan yg notabenenya keluarga, walaupun saya tidak menyangsikan kemampuan beliau beliau itu. Alangkah arif dan bijaksana bila kita memandang suatu kedudukan bukan karena kedekatan secara emosional. Apalagi bila menjabat sudah berpuluh puluh tahun. Sekali lagi bukan niat saya menyangsikan kemampuan beliau yg sudah menjabat puluhan tahun itu. Tetapi alangkah arif dan bijaksananya bila ada regenerasi dalam hal jabatan itu. Regenerasi sangat diperlukan agar kita tidak kehilangan generasi berikutnya (lost generation). Alangkah arif dan bijaksana pula bila yg menjabat itu tau diri bahwa sekolah bukan milik keluarga, dan jabatan bukan hanya sekedar kedekatan secara personal maupun emosional, melainkan asas keprofesionalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar