Powered By Blogger

Jumat, 19 Agustus 2011

Cerita Malam/Cerpen

Cerita Malam
Muammar Khadafi

Ramadhan hampir setengah jalan yg ia lalui, malam ini tak terasa sudah malam ke 15 ramadhan. Rasa kantuk sisa tadi malam masih tersisa dimata ini, terasa sepat dimta pegal di leher, mungkin akibat begadang semalaman. Kalau sudah kena ngobrol memang bisa lupa waktu, dan lupa segala hingga aku lupa bahwa malam sudah beranjak pagi.Malam itu ia bercerita banyak tentang jalan kehidupannya yg penuh liku, aku sempat terpanah dan menaruh empati atas segala kisah perjalanan hidup. Kalau bisa aku tebak umurnya mungkin sedang beranjak 40 an tahun, ini terlihat dari rambut putih yg mulai tumbuh di kepalanya menggantikan rambut hitamnya. Perawakan yg kecil membuat ia tak terlihat setua itu, mungkin karena buah pikir atas keluarga dan anaknya membuat raut mukanya menjadi terlihat lebih tua dari umurnya, ditambah lagi ia sering terkena angin malam karena tuntunan tugas jaga di rumah guru Amin. Terakhir aku bertemu katanya ai sedang tidak enak badan, mungkin akibat angin malam ia sakit.Ia pun sempat menanyakan kabarku 'kemana ajah gak pernah keliatan', begitulah ujarnya. Malam itu obrolan kami begitu panjang, aku berupaya menjadi pendengar yg baik atas semua ceritanya, sesekali ia tak sengaja bercerita tentang kesusahan hidupnya, dari anaknya yg masih kecil yg sering sakit sakit sampai masalah baju lebaran anak anaknya yg belum terbeli oleh dirinya, pada hal ia sudah bosan ditanyakan tentang perihal baju baru oleh anak. Ku tatap nanar matanya, tersirat kegundahan dan kesedihan dari air mukanya, mungkin yg ia bayangkan kecewanya anaknya bila ia tidak membelikan baju baru. Aku tahu ia berusaha sebagai orng tua yg baik dan bertanggung jawab, tapi apa mau dikata kesusahan tidak mau hinggap dari jalan hidupnya, sejak ia kehilangan motor 6 bulan yg lalu, hidupnya begitu susah dan sulit, motor sebagai tumpuan kehidupan rota keluarganya kini raib di gondong malinh, sejak kehilangan itu ia tak lagi bisa ngojek, menarik langganan langganan penumpangnya.Nanar matanya terus memancarkan kesedihan, tak sengaja ku lihat air matanya jatuh dari pelupuk matanya walau aku tahu ia berupaya tegar di hadapanku. Kehidupan memang sulit, apa lagi baru saja mulai tahun ajaran baru bagi yg punya anak usia sekolah pasti memerlukan uang lebih untuk biaya ini itu, tak terbayangkan di pikirku tentang kesusahan yg menderanya. Aku hampir kehabisan kata kata lahi atas cerita dan kesusahannya, sesekali aku hanya bisa mengelus dada, dan bertanya dalam benak 'apakah ia sesusah itu?'. Malam ini, ditemani sorot bulan yg terang, kesedihan ini akhirnya pecah juga, terai air mata sebagai saksinya, mang Talih Kamad yg dulu aku kenal tegar kini tegerus air mata kesusahan, baju baru anaknya yg ia tangisi, ia takut tak bisa membahagiakan anaknya yg masih kecil. Kasih orang tua memang seluas samudra, semegah semesta, tak pernah aku pikirkan hati yg membatu bisa luluh berderai air mata cuma hanya belum mempunyai baju baru anak, bersyukurlah orang orang berkecukupan yg bisa membelikan baju baru anaknya karena di luar sana masih banyak "Talih-Talih" yg lain yg tidak mampu memberikan baju baru lebaran untuk anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar