Powered By Blogger

Jumat, 19 Agustus 2011

Kepribadian Puasa

Dimensi Kepribadian Puasa
Oleh: Muammar Khadafi[*]

Kata Puasa meruapakan kata serapan dari kata shaim yang berarti  menahan, hal ini senada dengan makna etimologi kata puasa itu sendiri yaitu al Imsak yang berarti menahan. Kata menahan ini dapat diartikan dan didefinisikan menahan diri dari yang bersifat materi (makan, minum, dan lainnya) dan non materi (seperti Menahan marah dan hubungan seksual). Dengan kata lain puasa dibagi menjadi dua dimensi. Pertama puasa fisik, puasa ini berorientasi menahan lapar, haus, dan godaan yang bersifat materi. Kedua, puasa psikis, taitu puasa menahan hawa nafsu dan segala perbuatan negative seperti marah (ghadab), sombong (takabbur) dan sebagainya.
Secara histori puasa tidak hanya perilaku umat Nabi Muhammad saja, tetapi perilaku umat umat terdahulu juga (sebelum umat Nabi Muhammad), hal ini dijelaskan pada surat al Baqarah ayat 183:
“Hai orang orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas umat umat sebelum kamu supaya kalian bertaqwa”
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsier diterangkan, makna ayat ini  memanggil siapa saja yang beriman kepada Allah untuk mereka berpuasa, yakni menahan dari makan minum dan bersetubuh dengan niat tulus ikhlas kepada Allah swt. Dalam keterangn ini juga bahwa kewajiban berpuasa ini telah diwajibkan sebagaimana umat umat terdahulu agar manusia mencapai pengertian taqwa yang sesungguhnya. Masih dalam tafsir Ibn Katsier diterangkan bahwa puasa itu pada mulanya diwajibkan sebagaimana umat umat terdahulu pada tiap bulan sebanyak tiga hari ( satu bulan tiga hari puasa) pada jaman Nabi Nuh As. Sehingga dimasukhkan/diganti oleh Allah dengan puasa ramadhan. Hasan al Basri ulama Islam pun senada dengan tang dikemukakan diatas bahwa, “ Sesungguhnya telah diwajibkan berpuasa atas tiap umat sebelum kami, sebagaimana atas kamu sebulan cukup dan beberapa hari”
Terlepasa dari sejarah diatas, puasa merupakan zakatnya fisik, agar fisik manusia terbebas dari segala tuntutan. Sabda Nabi saw, yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dai Abu Hurairah disebutkan:
“setiap sesuatu ada zakatnya dan zakatnya jasad adalah puasa”
Seperti halnya mesin yang digunakan setiap hari, ia akan menagalami kerusakan karena digunakan terus menerus, begitu pula dengan tubuh kita yang perlu diistirahakan sejenak dalam memproses kinerja tubuh. Satu bulan inilah yang dinamakan istirahat tubuh setelah bekerja sebelas bulan penuh.
Hal yang tidak kalah pentingnya dari esensi puasa ialah puasa sebagai perisai agar kita tidak melakukan dosa. Seperti hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim dan Abu Hurairah :
“Puasa merupakan perisai maka jangan berbuat dosa (bersetubuh) dan jangan melakukan perbuatan bodoh. Apabila ada seseorang yang memusuhi atau memaki maka katakanlah ‘aku sedang puasa’ sebanyak tiga kali”.
Selain sebagai perisai, yang terpenting dari puasa ialah makna spiritual dari puasa itu sendiri. Banyak sekali orang yang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan apa apa dari puasa yang ia jalankan. Puasa dianggap hanya menahan makan dan minum dari terbit matahari sampai terbenamnya, mereka melupakan substansi dari puasa. Mereka puasa tetapi tetap memakan bangkai saudaranya sendiri (menggunjing diibaratkan dalam Islam memakan bangkai saudaranya sendiri). Mereka puasa tetapi masih marah dengan saudaranya sesame muslim. Mereka puasa tetapi masih berkata dusta dan bohong kepada janji janjinya.
Seperti sabda Nabi saw :
“Banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa apa dari puasanya melainkan mendapatkan dahaga, dan banyak pula orang yang shalat (diwaktu malam) yang tidak memperolah apa apa dari shalatnya itu kecuali rasa kantuk (H.R. Darimi dari Abu Hurairah).
Hadits diatas menjadi renungan dan bahan muhasabah bagi kita apakah kita sudah benar benar beriman kepada Allah dengan cara puasa dan shalat dengan sungguh sungguh melaui syariat yang benar. Dan apabila kita sudah menjalankan puasa dengan sebenar benar puasa maka kita akan mereguk manisnya buah puasa itu sendiri, yaitu buah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dalam menifestasi kepribadian shaim (puasa) indikator tersebut dapat kita lihat:
Pertama, orang yang benar benar puasa dengan sebenar benanta puasa akan membentuk kepribadian penyabar, tabah dan tahan uji dalam mengendalikan dirinya dari segala godaan dan hawa nafsunya. Seperti hadist Nabi saw yang diriwayatkan Ibn Majah dan Abu Hurairah:
“Puasa itu sebagian dari kesabaran”
Kedua, puasa membentuk karakter ‘ayd (orang yang kembali kedalam kefitrahan/kesucian) kenapa dikatakan ‘ayd karena setelah menempuh jalan puasa yang penuh ketulusan dan keikhlasan dan ia akan mencapai kemenangan yang fitri/suci dosa (kembali fitri).
Ketiga, puasa sebagai pembentukan jasmani agar menjadi manusia yang sehat (puasalah agar kalian sehat.   


Daftar Pustaka

Katsier, Ibnu. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsier. Surabaya: PT Bina Ilmu
Muthahati, Murtadha. 2002. Pelajaran Pelajaran Penting Dari Al Quran. Jakarta: PT Lentera Basriutama
Mujib, Abdul. 2003. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syaltut, mahmud. 1999. Islam Akidah dan Syari’ah. Jakarta: Pustaka Amani Jakarta
   
  


[*] Mahasiswa tingkat Akhir jurusan Pendidikan Agama Islam UNISMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar