Powered By Blogger

Jumat, 19 Agustus 2011

Rindu Untuk Ayahanda

Salam Kerinduan untuk Ayahanda Tercinta
(Muammar Khadafi)

Sejak aku mengenal air mata dan duka lara, sejak itu pula aku di ajar tangis dan kesedihan. Kerinduan dalam hati memuncak hingga ke ubun, aku bahkan sulit menterjemahkan perasaan ini. Dinamika hati terus bergetar getar, memancing surga dalam keindahan. Sejak aku diajarkan dengan air mata dan kesusahan. Orang yg selama ini aku hormati, tulang punggung rumah tangga yg mencukupkan aku dan keluargaku, kini ia telah tiada.Beliau yg mengajarkan aku dengan kepintarannya, beliau sosok yg keras yg mengajarkan aku akan makna hidup yg sebenarnya. Ia bijak dan arif ketika memutuskan kebijakan krusial, seperti membagi jatah jajan anak anaknya, membagi uang belanja ibu dan lainnya. Tak jarangpun ia perangai yg keras, akupun sempat kena sabet sabuknya hingga membuat kulitku lebam memar biru tidak karuan, saat itu aku ngambek dalam meminta dibelikan hingga membuatnya murka, al hasil itulah yg kudapat, memar dan biru. Kepada anak anaknya yg lain yg berjumlah delapan termasuk aku, ia begitu tegar dalam menjalani hidup, ia seorang petani musiman sekaligus merangkap pedagang, saat tidak musim tanam ia berdagang, saat musim tanam ia menjadi petani. Aku pun masih ingat ketika saat membantu beliau disawah untuk membajak sawah, saat itu betapa senangnya aku saat iku membantu kesawah, bermain dengan teman teman, mengembala kerbau, mencari ikan dikali, mengkala burung peking saat panen raya tiba, betapa saat saat itu sangat aku rindukan. Bayangan beliau masih menyelinap dalam benakku, memang wajahnya sengaja aku pantri dalam ingatan masa dulu. Ia adalah memory yg sengaja aku simpan rapi di relung hati yg paling dalam. Saat itu mungkin aku masih berumur delapan tahun, saat tangis dan rengekku masih manja dan keras, aku bahkan masih ingat ketika aku diajak kepasar Babelan untuk belanja lebaran, betapa senangnnya aku walau saat itu hanya naik sepeda ontelnya. Ia memanjakan aku, membelikan aku makan kecil seperti gulali sawang atau yg terkenal sekarang adalah harum manis.
Seberkas kerinduan dihati tersisa atas namanya, beliau adalah ayahandaku, yg membentuk kepribadianku. Kurang lebih enam belas tahun beliau meninggalkan aku dan keluarga, betapa hancurnya dan sedihnya hati ibu ku saat itu, ketika ia ditinggalkan ayahku untuk selama lamanya, anak anaknya masih kecil, mungkin dalam benaknya apa ia mampu membesarkan anak anaknya yg delapan. Buah pikirnya mungkin berputar memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya setelah di tinggal mati oleh ayahku.Ayahku hanya meninggalkan sebidang tanah sawah dan kebun sisa bercocok tanam ayahku sebelum ia meninggalkan kami. Keluarga kami luluh lantah sepeninggal ayahku, beliau adalah tulang punggung keluarga dalam mencari rizki, sedangkan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Entah dari mana ibuku memulai kehidupan ini setelah sepeninggal ayahku. Dengan modal seadanya akhirnya ibu berniat membuka warung kecil kecilan, aku ingat ketika itu modal awal belanja warung hanya 30 ribu rupiah, dengan berjalanannya waktu Alhamdulillah warung kami berjalan lancar, waktu demi waktu warung kami berkembang hingga saat ini telah meluluskan aku dan saudara saudaraku ketingkat universitas, terhitung aku dan ketiga kakak ku yg menamatkan bangku kuliahan selainnya hanya bangku SMA, bahkan salah satu kakaku telah menempuh studi S2, ini berkat kesabaran dan ketelatenan ibuku dalam merawat anak anakya yg saat itu masih kecil kecil. Setelah tulisan ini aku akhiri aku sampaikan kerinduanku pada ayahandaku tercinta, bahwa saat ini ananda sangat amat merindukan ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar