Powered By Blogger

Jumat, 19 Agustus 2011

Tafakur

Bertafakur Kekhidmatan Allah
Oleh
Muammar Khadafi

Secara bahasa tafakur berarti: perenungan, perihal merenung, memikirkan, atau menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh.[1] Alam berarti: segala yang dilangit dan di bumi, lingkungan kehidupan, segala sesuatu yang termasuk dalam satu lingkungan dan dianggap sebagai satu keutuhan.[2]
Secara definisi, tafakur alam merupakan suatu proses melihat dan menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah, baik yang ada di langit maupun di bumi beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya melalui penglihatan yang hidup dan hati yang bergetar. Tafakur selain dapat menghilangkan kejenuhan dan kebosanan akibat rutinitas sehari-hari, juga merupakan aktivitas ibadah yang diperintahkan oleh Allah. Dengan Tafakur, manusia akan lebih mengenal Tuhan sebagai penciptanya, sehingga dapat menambah keimanan serta merasa kecil dan lemahnya manusia dihadapan-Nya.[3]
Karakteristik seperti ini disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 191:

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًاوَقُعُوْدًا وَعَلىَ جُنُوْبِهِمْ وَيــَتَفَكَّرُوْنَ في خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَ الأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَابَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Aِrtinya : “(Yaitu) Orang-orang yang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptan langit dan bumi (serya berkata): Ya Tuhan Kami, tIadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka”.[4]

Tafakur dan dzikir kepada Allah merupakan tulang punggung bagi perubahan persepsi (tashawwur) seorang Muslim tentang dirinya, yang selanjutnya dapat merubah prilaku dan kebiasaannya. Tanpa semua itu, mustahil semua keinginan untuk meluruskan prilaku dan kebiasaan akan terwujud.[5]
Imam Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip Malik Badri mengatakan bahwa:

“… Jalan untuk mengenal Allah yang maha suci ialah dengan jalan mengagungkan-Nya karena ciptaan-Nya, tafakur terhadap keindahan-keindahan yang terpendam dalam diri makhluknya, dan memahami hikmah yang tersembunyi di balik semua itu. Semua faktor ini akan menguatkan keyakinan. Ia juga merupakan tolak ukur yang membedakan derajat orang-orang bertaqwa. Sesunguhnya Allah telah menciptakan akal dan menyempurnakan petunjuk-Nya dengan menurunkan wahyu, setelah itu Allah menyuruh para pemilik akal tersebut untuk mengamati makhluk-makhluk-Nya dan tafakur serta mengambil pelajaran (‘ibrah) dari segala bentuk keajaiban yang ada di dalam ciptaan-Nya”. [6]

Aktivitas tafakur sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-ghozali di atas, melibatkan semua aktivitas kejiwaan, pengetahuan dan rohani yang meliputi sisi pemikiran (fikri), perasaan (athifi), emosi (infi’ali) dan pengetahuan (idraki) seorang Mu’min. Karena itu, tepatlah apa yang dikatakan Hasan Al-Basri bahwa

“sesungguhnya orang yang memiliki Ilmu senantIasa mengaitkan dzikir dengan tafkir, atau sebaliknya. Ia juga senantiasa bercakap-cakap dengan hatinya sehingga hati itu mendapat hikmah”.[7]



[1] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm, 1118
[2] Ibid., hlm. 25
[3] Malik Badri, Fiqih Tafakur: Dari perenungan menuju kesadaran (Sebuah pendekatan Psikologi Islam), Eraintermedia, Solo, 2001, hlm 91
[4] Al-Qur’an dan Terjemah, Toha Putra, Semarang, 1989, hlm.110
[5] Malik Badri, OP. Cit.,hlm 54
[6] Malik Badri, OP.Cit.,hlm 54-55
[7] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar