Powered By Blogger

Selasa, 06 Maret 2012

Sejarah Hidup Muhammad saw/Menjelang wafatnya Nabi saw 2

Sejarah Hidup Muhammad saw(Menjelang Wafatnya Nabi saw)

Pada hari-hari pertama Rasulullah jatuh sakit, demamnya makin parah. Sungguh pun begitu, ketika demamnya menurun, beliau tetap pergi ke masjid untuk memimpin  shalat. 

Hal ini beliu lakukan selama berhari-hari. Tapi tidak lebih dari shalat, Rasulullah sudah tidak kuat duduk bercakap-cakap dengan para sahabat. Walau demikian, beliau juga mendengar bisikan orang tentang penunjukan Usamah bin Zaid sebagai komandan perang untuk menyerang Romawi.

Rasulullah merasa perlu berbicara kepada kaum Muslimin perihal penunjukan Usamah. Suatu ketika, beliau pergi ke masjid. Setelah duduk di atas mimbar, Rasulullah mengucapkan puji dan syukur kepada Allah, kemudian mendoakan dan memintakan ampunan para sahabat yang telah gugur di Uhud. 

"Saudara-saudara, laksanakanlah keberangkatan Usamah itu," kata Rasulullah.
"Demi hidupku. Kalau kalian telah banyak bicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kalian banyak bicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."

Beliau diam sebentar. Sementara itu orang-orang juga diam, tiada yang bicara. Kemudian beliau meneruskan, "Seorang hamba Allah oleh Tuhan telah disuruh memilih antara dunia dan akhirat dengan apa yang ada pada-Nya, maka ia memilih yang ada pada Tuhan."
 

Rasulullah diam lagi, dan orang-orang juga diam tidak bergerak. Tetapi Abu Bakar segera mengerti, bahwa  yang dimaksud oleh Nabi dengan kata-kata terakhir itu adalah dirinya. Dengan perasaannya yang sangat lembut dan besarnya persahabatannya dengan Nabi, Abu Bakar tak dapat menahan air mata dan menangis sambil berkata, "Tidak. Bahkan engkau akan kami tebus dengan jiwa kami dan anak-anak kami."

Khawatir keterharuan Abu Bakar ini akan menular kepada yang lain, Rasulullah memberi isyarat kepadanya, "Sabarlah, Abu Bakar!"

Kemudian beliau meminta agar semua pintu yang menuju ke masjid ditutup, kecuali pintu yang ke tempat Abu Bakar. Setelah semua pintu ditutup, Rasulullah berkata lagi, "Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan) maka Abu Bakarlah khalilku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita."

Ketika Rasulullah turun dari mimbar, sedianya beliau akan kembali pulang ke rumah Aisyah, tapi beliau menoleh lagi kepada orang banyak dan berpesan, "Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Anshar itu baik-baik! Sebab, selama orang bertambah banyak, orang-orang Anshar akan seperti itu juga  keadaannya, tidak  bertambah. Mereka itu orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaklah kamu berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan maafkanlah kesalahan mereka." Rasulullah kembali ke rumah Aisyah. Dan kondisi beliau semakin bertambah parah. Keesokan harinya, beliau berusaha hendak bangun untuk memimpin shalat seperti biasanya, namun sudah tidak kuat lagi. Saat itulah Rasulullah berkata, "Suruh Abu Bakar memimpin orang-orang shalat!"

Aisyah ingin sekali Nabi sendiri yang memimpin shalat karena merasa beliau tampak berangsur sembuh. "Tapi Abu Bakar orang yang lembut hati, suaranya lemah dan suka menangis kalau sedang membaca Alquran," kata Aisyah.

Aisyah pun mengulangi kata-katanya itu. Namun, Rasulullah tetap meminta Abu Bakar menjadi imam shalat. Abu Bakar pun datang dan memimpin shalat seperti diperintahkan oleh Nabi.

Pada suatu hari, karena Abu Bakar tidak ada di tempat ketika dipanggil oleh Bilal untuk jadi imam, maka Umarlah yang dipanggil untuk memimpin orang-orang shalat sebagai pengganti Abu Bakar. Suara Umar yang lantang ketika mengucapkan takbir di masjid, terdengar oleh Rasulullah dari rumah Aisyah.

"Mana Abu Bakar?" tanya beliau. "Allah dan kaum Muslimin tidak menghendaki yang demikian."
Dengan demikian orang dapat menduga, bahwa Nabi menghendaki Abu Bakar sebagai penggantinya kemudian, karena memimpin orang-orang shalat sudah merupakan tanda pertama untuk menggantikan kedudukan beliau.

Tatkala sakitnya sudah makin keras, panas demamnya makin memuncak. Para istri beliau dan tamu-tamu yang datang menjenguk seolah merasakan sakit yang diderita Rasulullah. Dan Fatimah, putrinya, setiap hari datang menengok. Rasulullah sangat mencintai putrinya itu, cinta seorang ayah kepada anak yang hanya tinggal satu-satunya sebagai keturunan.

Ketika Fatimah datang menemui Nabi, beliau menyambut dan menciumnya, lalu mendudukkannya di tempat beliau duduk. "Selamat datang, putriku," kata Rasulullah lalu mendudukkan Fatimah di sampingnya.

Nabi SAW kemudian berbisik kepada sang putri tercinta. Fatimah menangis. Kemudian beliau membisikkan lagi kata-kata lain, dan Fatimah pun tertawa. Ketika hal itu ditanyakan oleh Aisyah, Fatimah menjawab, "Sebenarnya, aku tidak akan membuka rahasia Rasulullah SAW."

Sejarah Hidup Muhammad saw/Menjelang wafatnya Nabi saw

Sejarah Hidup Muhammad (Menjelang wafatnya Nabi saw)

Tetapi setelah Rasulullah SAW wafat, Fatimah menuturkan bahwa ayahnya membisikkan kepadanya, bahwa beliau akan meninggal karena sakitnya ini. Itu sebabnya Fatimah menangis. Kemudian beliau membisikkan lagi bahwa putrinya itulah dari keluarganya yang pertama kali akan menyusul. Itu sebabnya Fatimah tertawa.

Karena panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi air dingin diletakkan disamping Rasulullah. Sekali-sekali beliau meletakkan tangan ke dalam air itu lalu mengusapkan ke wajahnya. Saking tingginya suhu tubuh Nabi SAW, kadang beliau  sampai tak sadarkan diri. Kemudian sadar kembali dalam keadaan yang sudah sangat payah.

Karena perasaan sedih yang menyayat hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu, "Alangkah beratnya penderitaan ayah."

"Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini," jawab Rasulullah.

Berita sakitnya Nabi yang bertambah keras itu telah tersiar dari mulut ke mulut, sehingga akhirnya Usamah dan pasukannya yang ada di Jurf pulang ke Madinah. Ketika Usamah masuk menemui Nabi di rumah Aisyah RA, beliau sudah tidak dapat berbicara. Namun setelah melihat Usamah, beliau mengangkat tangan ke atas kemudian meletakkannya pada Usamah sebagai tanda mendoakan.

Rasulullah SAW memiliki harta tujuh dinar ketika penyakitnya mulai terasa berat. Khawatir bila meninggal harta masih itu masih di tangan beliau, maka dimintanya supaya uang itu disedekahkan. Tetapi karena kesibukan mereka merawat dan mengurus Nabi selama sakitnya, mereka lupa melaksanakan perintah itu.

Sehari sebelum wafatnya, Rasulullah sadar kembali dari pingsannya. Beliau bertanya kepada  mereka, "Apa yang kamu lakukan dengan (dinar) itu?"

Aisyah menjawab, bahwa itu masih ada di tangannya. Rasulullah memintanya kembali. Setelah menerima uang itu, Nabi bersabda, "Bagaimanakah jawab Muhammad kepada Tuhan, sekiranya ia menghadap Allah, sedang ini (dinar) masih di tangannya?"

Kemudian semua uang tersebut disedekahkan kepada fakir-miskin di kalangan Muslimin.

Malam itu, Rasulullah dalam keadaan tenang. Demamnya sudah mulai turun. Keesokan harinya, beliau sempat keluar rumah, pergi ke masjid dengan berikat kepala dan bertopang kepada Ali bin Abi Thalib dan Fadl bin Abbas. Saat itu, Abu Bakar sedang mengimami orang-orang shalat.

Rasulullah kemudian duduk di samping Abu Bakar dan shalat sambil duduk di sebelah kanannya. Usai shalat, beliau menghadap kepada orang banyak, dan berkata dengan suara agak keras sehingga terdengar sampai ke luar masjid. "Saudara-saudara, api (neraka) sudah  bertiup. Fitnah pun datang seperti malam gelap gulita. Demi Allah, janganlah kiranya kamu berlindung kepadaku tentang apa pun. Demi Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu, kecuali yang dihalalkan oleh Qur'an. Juga aku tidak akan mengharamkan sesuatu, kecuali yang diharamkan oleh Qur'an. Laknat Allah kepada golongan yang mempergunakan pekuburan mereka sebagai masjid."
Melihat tanda-tanda kesehatan Nabi yang nampak membaik, bukan main gembiranya kaum Muslimin, sampai-sampai Usamah bin Zaid datang menghadap beliau dan minta izin akan membawa pasukan ke Syam. Kaum Muslimin mulai gembira lagi melihat keadaan beliau.

Rasulullah pun kembali ke rumahnya. Aisyah menyambutnya dengan ceria. Setelah memasuki rumah, kesehatan Rasulullah kembali memburuk. Beliau merasa maut sudah makin dekat. Dalam hal ini, keterangan beberapa sumber sangat berbeda.

Sebagian besar menyebutkan bahwa pada hari musim panas itu—8 Juni 632—beliau minta disediakan sebuah bejana berisi air dingin dan dengan meletakkan tangan ke dalam bejana itu, beliau mengusapkan air ke wajahnya. Dan ada seorang laki-laki dari keluarga Abu Bakar datang ke tempat Aisyah dengan sebatang siwak di tangannya.

Oleh Aisyah, benda yang di tangan kerabatnya itu diambilnya, dan setelah dikunyah (ujungnya) sampai lunak diberikannya kepada Nabi SAW. Rasulullah kemudian menggosok dan membersihkan giginya dengan siwak itu. Saat menghadapi sakratulmaut, beliau menghadapkan diri kepada Allah sambil berdoa, "Allahumma ya Allah! Tolonglah aku dalam sakratulmaut ini."

Aisyah—yang pada waktu itu memangku kepala Nabi—berkata, "Terasa olehku Rasulullah SAW sudah memberat di  pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, 'Ya Ar-Rafiq' A'la dari surga.'  Engkau telah dipilih maka engkau pun telah memilih. Demi Yang mengutusmu dengan Kebenaran." 

Aisyah menuturkan, Rasulullah berpulang sambil bersandar antara dada dan lehernya  dan saat gilirannya. "Aku pun tiada menganiaya orang lain. Dalam kurangnya pengalamanku dan usiaku yang masih muda, Rasulullah SAW berpulang ketika beliau di pangkuanku. Kemudian kuletakkan kepalanya di atas bantal, aku berdiri dan bersama-sama wanita-wanita lain aku memukul-mukul mukaku."( Diambil/ dikutif dari Buku Hayatul Muhammad karangan Muhammad Haykal)