Powered By Blogger

Jumat, 20 Januari 2012

Atas Nama Cinta

Atas Nama Cinta
Deber-debar cinta telah engakau alunkan atas nama kasih sayang penuh cinta, sampai kapan aku terpesona atas namamu yang agung dan penuh cinta. Engkau berambat, berjalan dengan derap langkah yang pasti dalam hatiku yang hampir berhenti berdebar. Apa ini yang dinamakan cinta, seperti cinta baginda Nabi besar Muhammad pada istri ter kasihnya Khadijah hingga membuat Aisyah istrinya cemburu tidak kepalang. Cinta memang agung seperti dasar esensinya, cinta menggerakkan yang terhenti, menghidupkan mati, menyegarkan yang layu, semua bermuara atas nama dirinya yang begitu esa dan kuasa. Dalam riwayat cinta banyak sejarah terukur atas nama cinta dari sejarah manusia pertama yang bernama Adam yang begitu cintanya kepada Hawa hingga membuat ia terusir dalam surganya Allah, daftar hitam cintah ini yang menorehkan betapa pahit jatuh kecewa karena cinta.  Cinta menghidupkan yang mati hingga tumbuh dan berkembang kembali, cinta adalah harapan yang tinggi. Cinta yang hanya terdiri lima huruf namun keagungannya melebihi semesta jagad raya, beruntunglah yang di anugrahi cinta di hatinya, atas nama cinta pula sahabat Handzalah bin Abu Amir, yang melepaskan pelukan istrinya di malam pengantin baru, seraya menyambut seruan jihad pada perang Uhud dan menemui syahidnya. Ia dimandikan para malaikat hingga membuat sahabat nabi yang lain bertanya-tanya. “Mengapa dimandikan malaikat?” “Cari tahulah pada keluarganya” kata Rasulallah SAW yang mulia. Ya, ia tak sempat mandi jinabah saat menyambut panggilan Tuhannya. Itulah sekelumit contoh cinta Ilahiyah. Cinta yang meminta pengorbanan harta dan jiwa, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS As-Shaff 10-11).  Banyak sebab cinta, banyak muara cinta, banyak tujuan cinta, memang begitulah hahakikat cinta, cinta pada manusia, kepada istri, anak, harta, tahta, namun jangan melupakan sang maha cinta, yang menciptakan dari setetes air, lalu mengubahnya menjadi segumpal darah, lalu mengubahnya menjadi segumpal daging, lalu meniupkan ruh atas nama_Nya yang esa dan kausa, menuliskan garis takdirnya, mati, jodoh dan rizki Dialah hakikat sebenarnya. Banyak syair tercipta atas nama cinta hingga para pujangga tak habis mengurai kata berbalut makna atas nama cinta, memang begitulah hakikat cinta. Atas nama cinta pula Ibnu Abbas yang terkenal dengan “Quran berjalan” kehilangan penglihatannya karena seringnya menangis dimalam tahajudnya karena begitu cintanya kepada sang Khalik, Allah SWT. Atas nama cinta pula Nuh Alaihi Salam, memanggil anaknya yang tenggelam akibat kekufuran dan ketidak percayaannya dengan ke Nabian ayahnya. Memang begitulah hakikat cinta, Cinta laksana air dalam kehidupan, nafas dalam jiwa, semangat dalam raga, lembut dalam sutera. Ia bagaikan panas pada api, dingin pada salju, luas pada angkasa dan, seperti kata Sapardi, “kayu kepada api yang menjadikannya abu” begitulah Innayatul Hasyim mendefinisikan hahikat cinta. Ketika sepasang anak manusia tertarik satu dengan lainnya, Islam menganjurkan untuk segera mendokumentasikannya dalam mahligai rumah tangga. Rasulallah SAW berpesan, “Wahai anak muda, barangsiapa di antara kalian sudah mampu (menikah), hendaklah menikah.” Ikat cintamu. Abadikan pelana hatimu. Simpan permata jiwamu. Proklamasikan belahan kasihmu di altar sajadah ijab-kabul yang disaksikan para malaikat, sambil bersimpuh di hadapan orang tua dan kerabat. Namun cintailah cintamu seperlunya karena suatu saat yang kau cintai akan sirna, meninggalkan atau bahkan mati, betapapun kamu cinta atas cintamu kalau takdir berkata lain engkau tak kuasa untuk menolaknya,  telaga cinta manusia akan kering, betapapun mewahnya engkau mendokumentasikan cintamu kalau takdir cinta belum berpihak atas namamu pasti kesedihan dan air mata yang engkau dapat. Maka patrilah cintamu dalam hatimu di samudra yang paling dalam agar ia tak lekang dimakan waktu, tak berkarat dan tetap bening seperti beningnya embun di pagi hari yang memancarkan pesonanya yang elok lagi rupawan. Mazhab mazhab cinta memang banyak, ada yang berkiblat pada air mata dan kesedihan, ada yang berorientasi pada nafsu, ada yang beraliran kesenangan semata, sudah barang tentu hati yang jernihlah yang dapat menentukan mazhab cinta ini. Biarkan ia mengalir sejujur jujurnya, seperti jujurnya sungai surga yang terpatri dalam Salsabillanya Allah di Raudhatul Jannah. Atas nama cinta begitulah hakikat cinta, membuat kata menjadi prosa, prosa menjadi syair dan begitulah seterusnya. Biarkan ia bermuara sampai kesamudra kesetiaan hingga ajal menjemput jiwa. Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar