Powered By Blogger

Kamis, 20 Oktober 2011

Dimensi Korupsi dan Manusia

Dimensi Korupsi dan Manusia

Melihat perkembangan kasus Bibit-Candra saya semakin ngenes melihat kenyataan ini. Orang baik ada ‘ajah cobaannya. Dari kriminalisasi KPK sampai kasus cicak versus buaya yang saling berantem berebut kue korupsi. Korupsi di zaman sekarang hampir disemua lini. Bahkan sampai berdimensi dimensi, dari dimensi politik, ekonomi, budaya bahkan kalau perlu agama di korupsi juga. Indonesia memang bangsa yang aneh. Seperti mengenakan handuk sehabis kita mandi, seperti mengenakan celana dalam sebelum kita mengenakan celana luar, korupsi kini membumi sampe tukang sapu hingga tukang presiden, (presiden yang jujur jangan marah, kalo pak BY marah berarti dia…?). Bahkan seorang yang melakukan korupsi lebih sering bila ia dibandingkan dengan jumlah mandi sore dan pagi hari ataupun salat lima waktu.
Begitu besar dan marak korupsi melanda negeri tercinta kita ini. Dari kasus Anggodo dan Anggoro bersaudara, kasus Gayus, atapun kasus Susno. Bangsa Indonesia sangat lain dengan bangsa seperti Korea, Jepang, ataupun Singapura tetangga dekat kita. Soalnya saya anggep negara tersebut mengenal baik tentang pengamalan pancasila, lain dengan Indonesia yang mata kuliah pancasilanya dipelajari dengan tidak sungguh sungguh, padahal kita belajar pancasila sedari SD bahkan di bangku kuliahan. Indonesia lebih suka mengambil dimensi seni pancasila. Pancasila dinyanyi nyanyikan, dideklamasikan, diupacarakan, dijadikan hiasan kantor pemerintahan dan pelataran. Pancasila selalu diucapkan, dibibirkan, dan itu sudah lebih dari cukup. Pengamalannya, perwujudannya, pengimplementasiannya? Yah’ boleh dah’ tapi ‘iseng iseng ajah.
Dengan demikian tolollah kaum pengamat, kaum ilmuan, praktisi dan akademisi yang sampai hari ini belum sanggup membedakan kesanggupan filosofis pancasila dengan keisengan pancasila, sehingga persepsi mereka mengorbankan rakyat Indonesia menjadi ampuradul.
Terkadang kita juga terjebak dalam mazhab Plato yang meyakini bahwa yang menjadi soal bukan apa yang kita makan, melainkan bagaimana cara kita memandang dan menyikapi makanan itu, oleh sebab itu kita terbiasa dengan makanan basi, karena kita kelamaan berfikir tentang makanan, dan terlalu lama memandang sudut pandang makanan hingga makanan itu menjadi basi. Masyarakat kita juga terlatih dengan peradaban modern yang industrialisme, dimana kita mereguk meinuman, memakan makanan bukan ditentukan oleh citarasa makanan, melainkan dengan mitologi yang diciptakan oleh iklan iklan. Kita ini aneh, kita suka sugesti, kita juga suka makanan basi.
Apasih hebatnya korupsi?. Kalau anda rajin sembahyang, lantas anda tidak korupsi. Kalau anda naik haji lalu menaruh hurup H diawal nama anda, anda terbebas dari korupsi, yah’ ‘enda gitu juga. Negeri ini semakin aneh, negeri seribu cobaan, negeri seribu musibah, negeri seriu koruptor. Dimana benda padat dirubah menjadi cair, benda cair bisa diiris iris seperti gumpalan buah papaya. Udara bisa diukur panjang dan berat. Mengamalkan rukun agama sama setaranya melakukan pelanggaran hukum agamanya juga. Kekhusu’an sembahyang bisa bekerja sama dengan kemantapan mencuri dalam situasi kebatinan yang tentram. Intensitas kebanggaan menyandang gelar Ustaz, Kiai bisa dijejerkan dengan kegiatan kita ‘makar’ kepada Gusti Allah.
Negeri ini mempunyai asas budaya yang mumpuni, semisal musyawarah dan mufakat. Suatu siang Anda mengendarai motor dan melanggar lalu lintas atas dalil buru buru kekantor takut telat, lalu tertangkap oleh polisi hal itu bisa di musyawarahkan dan dimufakati bersama bagaimana jalan keluarnya, asal tahu sama tahu berapa jumlah nominal yang dimufakati bersama. Anda melanggar hukum? Anda menghamili anak dibawah umur? Anda ingin memiliki barang orang? Anda ingin pencurian dimuka umum menjadi kemuliaan dimata sosial? Anda ingin yang haram dibalik nama menjadi halal? Silahkan bilang Anda mau apa…? Katakan!, Anda ingin apa, kalau perlu mungkin Anda ingin menilep Tuhan juga, mau mengupayakan bagaimana caranya agar para malaikat pencatat kebaikan dan keburukan bisa dibikin non-aktif untuk kasus tertentu?.
Anda yang sangat ketat menggenggam kepercayaan. Seketat pakaian artis dangdut yang sedang ‘geyal geyol’ dipanggung. Jangan tersinggung kalau saya sebut bahwa seakan akan malaikat bisa di objekkan dalam pawai kolusi beserta sadaranya korupsi dan nepotisme yang tergabung dalam jalinan silaturahmi KKN. Kita jangan keliru meninggi ninggikan derazat malaikat, nanti malaikat itu GR. Karena diantara semua makhluk Tuhan, manusialah yang paling tinggi derazatnya. Manusia yang akhsanu taqwim, sebaik baik ciptaan, karena model dan pola penciptaannya justru Allah sendiri.
Dulu para malaikat menggugat Allah, seperti rakyat kecil menggugat pemerintah dengan ‘class action’nya. Kenapa makhluk yang suka bertengkar, rebutan dunia, menumpahkan darah, kok dipilih menjadi pemimpin bumi, khalifah fil ard. Tuhan menjawab, kalau boleh menggunakan bahasa saya.: Hei’, malaikat, kamu jangan sok’, jangan GR, menyangka kamu lebih alim, lebih sempurna, lebih tahu dibanding dengan manusia. Jangan remehkan mereka, kalau kamu tidak percaya kualitas manusia, coba kamu pilih diantara kalian malaikat yang terbaik. Aku akan melakukan kuis diantara kalian manusia dan malaikat. Sejak tebak tebakan kuis itulah malaikat yang pertama sok’ tahu, eh terdiam, malah manusia yang banyak menjawab perntayaan. Maka dengan renungan itulah kita sebagai akhluk yang mulia, khalifah fil ard, jangan kita kotori diri kita dengan debu dosa, kita jangan terjebak dalam pola pragmatis, oportunis, serta membuat yang mistis menjadi realistis.

Beberapa Istilah dan kalimat di ambil dari Inspirasi Cak Nun/Emha Ainun Najib.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar