Powered By Blogger

Kamis, 08 September 2011

Wanita Surgawi/Cerpen

Wanita Surgawi
Oleh
Muammar Khadafi

Telah banyak hati yang telah kusinggahi dan aku telusuri. Tapi mengapa hatiku hanya tertuju kepadamu. Gambar bayangan dirimu terus mengisi lorong jiwa ini. Padahal aku hanya baru saja melihatmu sepintas dengan kerudung biru itu. Tapi, rasa rasanya, merasakan gelora dihati ini yang berdendang bertalu talu menggetar sukma ini. Namun tanpa kata, tanpa benda aku tidak bisa mengungkapkan isi hati ini. Demi iman dan taqwamu kepada Allah yang Maha kasih. Aku takut mengatakan rasa hati ini.

Senyum yang menggetarkan jiwa hingga merasuk diantara jiwa yang merana ini. Rasanya mulai hari ini senyummu adalah kebahagiaan untukku, sedihmu adalah bagian dari dukaku. Tawamu adalah nosta gila jiwa yang bersemayam dalam raudhatul jannahmu.

Sebait doa aku lantunkan dimalam yang mulai senja. Ketika mata ini lelah karena memandangmu atas nama imanmu. Kau datang silih berganti atas nama getaran dan debaran jantungku. Kerudung panjang birumu aku masih ingat, ketika nyangkut diantara tasku. Engkau tersenyum diantara senyum surgawi itu. Begitu manisnya dirimu mengenakan kerudung biru itu. Kau bagaikan peradaban Islam dimasa jayanya. Engkau bagai oasis ketika penas dan terik menerpa jiwa. Engkau bagai ayat tuhan yang dilantunkan lirih dianta surah surah cinta. Engakau bagai wanita yang terserak dimana seperti yang dikatan hadis Nabi Muhammad ketika menghimpun diantara pernikahan putrinya Fatimmah Azzahra.

Engkau bagai nyanyian kidung diantara altar cinta yang dibacakan sang rahib Gereja. Engaku begitu suci sesuci injil yang diturunkan Alah pada Nabi Isa As.

Bila saja mawar tak merah mungkin aku denganmu. Bila saja melati itu tak putih mungkin aku pasti sudah bersamamu. Bila saja siang tak terang malam juga tak gelap mungkin cinta ini kita bagi bersama. Benar kata para pujangga lama, cinta menjalin jiwa jiwa dalam kelembutan yang menyejukkan. Cinta berlindung dalam iman dan keyakinan. Setiap kata yang terurai menjadikan cinta begitu bermakna dalam ikatan pikir dan perbuatan. Ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda, tak terlihat hanya terasa. Meluap diantara dinding dinding hati yang terkoyak dalam deburan ombak, seperti banjir menderas diantara luapan yang mengharukan.

Cinta kata tanpa benda nama untuk beragam perasaan, muara bagi ribuan perasaan. Aku bagai dimabuk anggur cinta diantara cangkir cangkir surgawi. Bahasa cinta tanpa esensi, ia kadang indah penghasil tawa atau bahkan duka lara. Kadang pula jalan menujunya sangat sukar dan berliku. Kadang terjal, kadang juga curam. Ia suci seperti sucinya baithul Maqdis di Palestina, ia juga suci sesuci tembok ratapan di Jerussalem.

Rumah ini sekarang bagai sebuah gua. Dimana yang ada hanya tasbih tasbih atas namamu. Pintu, dinding, lantai selebihnya senyap. Yang dikenang cinta menjadi purba. Rumah ini juga bagai pertapaan. Gambarmu hanya terukir diantara setalagnit setalagnit khayalan. Aku juga mengenal jarring laba laba itu, ia yang ku kenang sejak cinta kita menjadi usang. Dimana yang nampak hanya canda tawamu. Lampu kamar yang redup pun seakan terpercaya bahwa aku adalah dirimu, dirimu adalah aku. Kau bahkan menyaksikan aku lebur menjadi debu terbakar atas nama asmaramu.

Dalam kelam ini aku bermunazat, diantara sela doa dan air mata. Memburuh dalam kelamnya malam, di iringi gelapnya jiwa atas nama yang Maha Qudus. Wahai Tuhan yang bersemayam dalam kesempurnaan, demi malam ini aku bermunazat atas jiwa-Mu yang suci, sisakanlah cinta sedikit untukku dalam hatinya. Letakkakan lah tanganmu diantarapundakku agar aku dapat menatap eloknya sang cinta, tubuh yang kaku, membisu, membujur pilu dalam sang penyalib cinta, terikat atas kuatnya tangan Tuhan.

Dan biarkan malam ini aku merangkai langit. Ku rajut sang angin penghuni angkasa. Semua berjalan dengan diri yang luruh dengan keabadian jingga, larut dalam lamunan kosong tak berisi dan tak berpenghuni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar