Powered By Blogger

Senin, 29 Agustus 2011

Ru'yatul Hilal bil Hisab ala Nahdhotul Muhammadiyah

Ru'yatul Hilal bil Hisab ala Nahdhotul Muhammadiyah
Muammar Khadafi

Sudah beberapa kali kita dipusingkan dengan masalah yang paling Urgent yaitu menentukan dan menetapkan hari raya Idhul Fitri. Organisasi mayoritas di Indonesia mempunyai pandangan dan dalilnya masing masing, ummat seakan dibuat bingung dengan menetapan ini, Kementrian agama seakan berjalan dengan sangat lambat dalam menentukan dan menetapkan hari raya ini, ummat dibuat bingung tak menentu.

Pertimbangan dalam menetapan hari raya sudah seharusnya tidak hanya dipandang dalam urusan agama saja melainkan menjadi urusan sosial, dikatakan menjadi urusan sosial karena dalam penetapan ini masyarakat dibuat rugi dalam menentukan tanggal hari raya, aspek ekononomi inilah yang sudah sewajarnya harus menjadi pertimbangan yang urgent. masyarakat dirugikan secara moril maupun materi karena urusan yang bernama Ru'yat dan Hisab. Dalam terminologi Islam bila dua hal ini disandingkan dengan metodologinya masing masing jarang sekali menemukan titik yang sama. Berkaca dalam sistem hisab, ia menggunakan 22 sistem menentukan dan menetapkan hari raya (jatuhnya 1 syawal). Diantara sistem ini antaranya Sulama Nayyirain, Fath al Rauf Al ManaanQawaid al Falakiyyah, Ittifau Dzatil Bain, Mathala al Said. Sedangkan penentuan yang menggunakan metode ru'yatul hilal menggunakan titik akurasi penempatan hilal apakah sudah sampai pada titi dimana bulan/hilal terlihat (masuk/jatuh bulan syawal), pada ilmu modern biasanya titik hilal akan dihitung derajatnya menggunakan teropong bintang dengan akurasi 2 derajat.

Sudah menjadi rahasi umum dalam republik ini bila mentrinya dari dua golongan besar (Nahdhotul Ulama dan Muhammadiyah), sudah barang tentu hari dan penetapaannya menggunakan sistem golongannya, bila Muhammadiyah Hisab, NU Ru'yat, yang menjadi korban sudah barang tentu masyarakat yang menunggu kebijakan oleh para Ulul Azmi, dalam hal ini pemerintah dan perangkat kementrian Agama. Sampai dititik inilah ummat menjadi bingung oleh para pemangku jabatan sekelas mentri agama. Saya jadi ingat ketika saya menjadi sidang munaqosyah dalam mempertahankan skripsi saya, dosen penguji mengatakan 'Antum kan orang NU/Nahdhotul Ulama kental dengan dunia pesantren NU kenapa mengambil judul pemikiran Kiai Ahmad Dahlan tokoh sekaligus pendiri Muhammadiyah di Indonesianya, mendengar perkataan dewan penguji itu saya hanya bisa tersenyum. Saya ingat perkataan Cak Nun/Amha Ainun Najib, agama Islam di Indonesia hanya digariskan dalam dua kata Muhammadiyah dan NU, suatu saat saya dalam NU dianggap jamaah Muhammaiyah, oleh Muhammadiyah saya dianggap Jamaah NU, dalam posisi terjepit saya harus menentukan pilihan NU apa Muhammadiyah, saya pun menanyakan langsung pada Rasullullah, karena beliaulah pembawa Islam kemuka bumi ini, yaa Rasulullah saya harus pilih Muhammadiyah apa NU?. Rasulullah malah tanya balik NU itu apayah. Dilain kesempatan saya jadi terbesit membuat suatu organisasi ilmu bernama NAhdhotul Muhammadiyah, Nahdoh itu tali, sedangkan Muhammadiyah itu orang yang berkepribadian Muhammad, setiap ulama harus berkepribadian Muhammad dan kalo sudah berkepribadian Muhammad berkumpul di Nahdhotul Ulama, jadilah NAHDHOTUL MUHAMMADIYAH (Begitulah kelakar Cak Nun).







Tidak ada komentar:

Posting Komentar